Hidup Mandiri Pangan dengan Konsep Homestead ala Nurul dan Widodo di Yoso Farm

Hidup mandiri dan ramah alam ala Nurul dan Widodo menginspirasi banyak orang soal cara tangguh memenuhi kebutuhan lewat kebun kecil.
Cerita Awal dan Latar Belakang Nurul dan Widodo
Dikutip dari wawancara dengan mongabay.id Nurul Fitri Hidayati dulu bekerja di Brunei dengan gaji tinggi, tapi hatinya merasa “gersang” karena pekerjaannya terlalu fokus pada keuntungan.
Setelah dua kontrak selama empat tahun di industri landscape, ia menyadari praktik tersebut sering pakai pestisida dan bahan kimia untuk cetak estetika, bukan peduli lingkungan.
Akhirnya ia memutuskan pulang ke tanah air, mencari kehidupan yang lebih bermakna lewat pertanian mandiri.
Awal Membangun Yoso Farm
Nurul kembali ke Klaten dan serius belajar dari ayahnya soal bercocok tanam Di usia 29 tahun, dia mendalami buku dan artikel pertanian alami agar punya pondasi sebagai pelaku homestead.
Di pertemuan komunitas hijau, ia bertemu Sri Widodo alias Dodo yang punya semangat dan visi sama; mereka pun memutuskan nikah dan mendirikan Yoso Farm.
BACA JUGA: Inovasi David Christian Gunakan Rumput Laut untuk Lawan Sampah Plastik
Filosofi dan Nama Yoso Farm
Nama “Yoso” diambil dari nama ayah Widodo, dengan arti “membangun”.
Tagline mereka, “Lestari Nganggo Ati”, mengajarkan pentingnya merawat alam dengan hati, bukan asal tanam saja.
Yoso Farm di tanah orang tua Dodo di Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah tak perlu lahannya luas karena pengelolaannya penuh perencanaan dan kerja cinta alam.
Gaya Hidup Homestead dan Mandiri Pangan
Nurul dan Dodo sepakat: “setelah menikah kita berusaha apa‑apa gak beli. Pupuk gak beli, pakan gak beli, dan makan gak beli”.
Mereka tanam kentang dan labu madu untuk karbohidrat, serta budidaya ayam helba dan ikan lele sebagai sumber protein.
Peternakan di Yoso Farm dirancang ramah lingkungan dan minim bau, dengan kandang praktis tapi produktif.
Olahan Sampah dan Pupuk Ekologis
“Kandang ayam saya desain biar ramah lingkungan biar gak bau,” jelas Dodo di kutip dari mongabay.co.id.
Limbah dapur diolah jadi magot, yang berfungsi ganda: pakan ayam/lele, juga menghasilkan pupuk kandang.
Magot kering dan pupuk organik bahkan dijual sebagai produk tambahan, bikin usaha mereka makin mandiri.
Aktivitas Edukasi dan Komunitas
Yoso Farm tak cuma sekadar kebun, tapi juga jadi tempat edukasi untuk publik.
Mereka sediakan outing class, greenschool, workshop, garden tour, dan magang bagi yang ingin belajar pertanian alami.
Sebelum menjadi edukator, awalnya Nurul dan Dodo punya usaha jasa tukang kebun; namun mereka merasa lebih terpanggil mengurus kebun sendiri sambil berbagi pengalaman.
Tantangan dan Nilai Konsumsi Sadar
Dalam menjalani homestead, mereka menyadari pentingnya konsumtif yang tepat.
Dodo bilang, “Apa yang manusia makan berdampak kepada lingkungan… saya maunya istri dan anak saya makan ya real food. Asli. Bikin sendiri” dikutip dari mongabay.co.id.
Pemilihan bahan pangan asli tanpa kemasan dan kimia adalah bentuk nyata peduli terhadap tubuh dan bumi.
BACA JUGA: Kisah Soraya Cassandra Dirikan Kebun Kumara
Dampak dan Harapan untuk Masa Depan
Sudah delapan tahun sejak Yoso Farm berdiri; mereka kini cukup mandiri dan bahkan jadi inspirasi banyak orang.
Namun Nurul dan Dodo tetap punya keresahan: “Manusia meminjam masa depan dari anak cucunya… kalau bumi tak terjaga, bagaimana nasib generasi ke depan”.
Harapan mereka sederhana: makin banyak orang sadar konsumsi bijak dan kembali dekat alam dari rumah masing-masing.
Referensi: https://mongabay.co.id/2024/10/31/hidup-ramah-alam-dan-mandiri-pangan-ala-nurul-dan-widodo/